Dunia Butuh Orang Berdaya – Bukan Relijius
Lima belas tahun saya tinggal di daerah yang jaraknya hanya sekitar 15 menit perjalanan bus dari perbatasan dengan Mainland China (RRC). Jadi sedikit banyak saya mengerti tentang karakter orang China.
Orang China tak jadi lebih hormat kepada kita hanya karena kita mengenakan gamis, rosario, jubah oranye, dan lain-lain. Mereka akan menganggap kita raja kala kita ternilai punya banyak duit. That’s the baseline.

Mereka akan melakukan semua hal agar kita berpotensi untuk memberi kegunaan pada mereka. Jika perlu bersikap seperti kacung kita; atau dengan taktik memanjakan kesenangan kita. Mereka akan berkorban dulu sumber daya, entah materi, tenaga, waktu, dan lain-lain. Ini menjadi semacam investasi. Namanya investasi; bisa berbuah bisa tidak.
Mereka akan mengajak kita, misal makan di restoran mahal, karaoke plus, bar, spa, tempat wisata, atau melayani transportasi dan akomodasi kita selama di sana, dan lain-lain. Itu kalau kita mereka anggap punya banyak uang dan berpeluang memberikan kegunaan materil pada mereka. Atau mudahnya, mereka menganggap kita dapat membuka peluang bisnis.
Tak sekali atau hanya dua kali saya mengalami kejadian ini. Karena saya dalam anggapan mereka, memenuhi syarat untuk memungkinkan mereka bisa membuka pasar di Indonesia.

Ada yang menawarkan hasil peternakan, perkebunan, industri barang kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain. Btw, gila kan bahwa kita negara agraris tapi faktanya hasil agraria mereka lebih melimpah.
Wong pasar kita di Indonesia itu hasil kebun dan ternak seperti; daging beku, buah-buahan, bawang, dan lain-lain, banyak yang dari Cina. Bisa lebih murah lagi. Dan lebih bagus. Yang lucu tahun 2011, saya juga pernah mereka minta untuk memasarkan sepatu kulit. Tapi kulit babi.
Begitulah orang Cina dalam hal materi, mereka relatif obsessive. Materi adalah driving-force yang besar dalam motif kehidupan mereka. Ini sebabnya, tak heran, mereka menjadi salah satu negara yang memiliki potensi ekonomi terbesar di dunia. Every single one of them would try everything to generate money from even out of nothing.

Mereka menghargai kita dari daya kita, bukan kerelijiusan kita. Kita punya banyak uang, artinya kita berdaya. Kita berdaya artinya kita mampu memberdayakan. Creating opportunities for the others for a better living. Representasi kekuasaan Tuhan di dunia ini adalah daya, bukan religi. Bahkan religi pun mengajarkan agar kita berdaya dan berbudi.
Ya begitulah dunia. Kita tak bisa protes bahwa orang kaya lebih terhormat dari pada orang kismin. Baik dalam hal sumber daya materi atau pun sumber daya pengetahuan dan informasi. Orang yang tak berdaya sulit berkontribusi pada kesinambungan dunia. Jangankan berkontribusi bagi yang lain, dirinya sendiri saja mereka menjadi beban bagi orang lain.
Awas loh, kalau kita tak berdaya. Anda adalah sasaran “population trimming”. Para penguasa dunia mentarget Anda karena anda dianggap hanya memenuhi dunia dan menghabiskan sumber daya tanpa mampu memproduksi kembali. Dunia Butuh Orang Berdaya, Bukan Relijius.

Orang kaya memiliki beberapa probabilitas terjemahan. Mereka adalah pekerja keras, mereka adalah orang cerdas, mereka adalah orang positif, pantang menyerah, kemauan belajar tinggi. Lalu mereka berdaya saing dan memiliki adaptasi yang tinggi, tahan banting, dan banyak lagi predikat positif.
Umumnya demikian, meski tak mutlak begitu. Ada juga yang kaya karena dampak cipratan. Tapi tentu mereka tak peduli dengan penyebabnya. Kita punya banyak uang, maka kita berdaya, titik.
Tuhan, semesta, adalah maha daya. Dan Tuhan menginginkan kita berdaya. Dan memiliki pengetahuan untuk mengakses sumber daya; bukan ingin kita berpenampilan relijius. In return, Tuhan juga ingin kita memelihara, menjaga, dan menjadi penyalur sumber daya yang adil. Hanya orang tertentu yang memiliki kapabilitas dan kapasitas demikian, tak semua mampu.
Tuhan mengharapkan kita makmur, damai dan sejahtera. Ini sebabnya Tuhan memberikan pengetahuan untuk mencapai tujuan tersebut. Agar kita makmur, hidup sejahtera, hati damai. Maka kita harus membuat kehidupan kita secure, aman, terutama secara materi.

Tak ada di dunia ini orang yang banyak hutang, tak punya rumah, bergumul tiap hari agar memenuhi sekedar beras, kena kejar-kejaran debt collector, pusing dengan tagihan rekening lainnya, yang hidupnya damai sejahtera.
Berpenampilan relijius tak lantas membuat hidup kita sejahtera. Namun menggali pengetahuan yang dari Tuhan untuk menggali dan membagi sumber daya bagi kesejahteraan manusia akan membuat kita berdaya dan sejahtera.

Namun hidup sejahtera memerlukan pengorbanan dan perjuangan yang kompleks. Dan tak semua orang punya kemauan untuk membayar ini. Namun berpenampilan relijius sangat mudah, hanya semudah ganti baju saja, semua orang bisa.
~ Hendra Hendarin ~
Dunia Butuh Orang Berdaya – Bukan Relijius
Desain website oleh Cahaya TechDev – Klub Cahaya
Dukungan & komentar!
Komentar