Krisis Identitas Bangsa Pulih Hanya Oleh Jati Diri

Krisis Identitas Bangsa Pulih Hanya Oleh Jati Diri

Krisis identitas bangsa bisa sembuh hanya oleh pulihnya jati diri.

Dulu istilah “move-on” jadi trend. Dan ajaibnya, salah tapi bisa awet.

Yang lebih benar itu “carry-on” untuk arti “melanjutkan kehidupan (dan melupakan suatu pengalaman gak enak). Move-on lebih kepada pindah kegiatan kepada yang lain. Misal, sudah bosan dengan pekerjaannya, ia berhenti lalu move-on mencari pekerjaan lain.

Kalau melanjutkan lebih pas “carry-on”. Misal, “Let’s forget the past and carry-on”. Atau misal, “You should forget your boyfriend and carry-on” (bukan move-on). Gak salah fatal, namun ada yang lebih pas.

Lalu kemudian istilah trend tapi salah lainnya, yakni “halu(sinasi)”. Halu, dengan kelirunya, digunakan untuk mengekspresikan yang sebetulnya adalah “delu(sional)”. Misal, “Dia mah halu pengen punya pasangan cantik, kaya, pinter. Dianya sendiri pengangguran”. Padahal yang benar adalah “delusional”, bukan halu; “Dia mah orangnya delusional (bukan “halu”) pengen kaya tapi malas.

Delusional artinya adalah pikiran mengawang-awang ketinggian dan tak realistis. Halusinasi itu artinya adalah merasa melihat atau merasa sesuatu yang sebenarnya tak ada.

Lalu kemudian ada lagi; “which is” yang sering tertukar penggunaannya dengan “of which”. Kemudian penggunaan “be like” yang sembarangan. Lalu kemudian “healing” (penyembuhan, terapi) yang artinya jadi “travelling” (jauh banget padahal, ya 😄).

Ada lagi kemudian “spill” yang salah arti jadi “ceritakan”. Contoh yang salah : “Coba spill pengalaman kamu yang paling mengesankan”. Spill dulu awalnya adalah kependekan dari “spill the beans”, idiomatika yang artinya adalah, “coba beberkan semuanya secara terbuka tanpa ada yang ditutupi”. Meski lalu kemudian jadi lebih simpel “spill’ saja. Tapi artinya adalah “beberkan, ungkapkan, bukakan rahasianya, dan semacamnya”, bukan “ceritakan”.

Ya enggak masalah sih, enggak penting amat. Yang saya soroti ini sebenarnya bukan soal grammar atau bahasa Inggrisnya. Namun masyarakat kita ini sangat suka bungkus yang kesannya keren, main paké aja, meski enggak mengerti esensinya, yang penting terkesan “trend dan tak ketinggalan zaman”.

Sama seperti fenomena berkembangnya trend, misalnya rokok vape, kawat gigi, dll. (lebih pada “gak mau ketinggalan zaman” dari pada pada fungsi dan manfaatnya).

Mudah-mudahan dengan bangkitnya kesadaran akan identitas jati diri dan budaya kita kelak akan jadi bangsa yang berdaya dan berjati-diri, lepas dari krisis identitas ini.

~ HH ~