Tata Surya Dalam Simbol Religius

Tata Surya Dalam Simbol Religius
(Ruang Kajian Semiotika)

Kesamaan tiga cerita mengenai Raja Sargon – Adipti Karna dan – Musa.

Adanya banyak temuan kesamaan jelas memperkuat bahwa semua bukanlah suatu kebetulan. Di samping bahwa peristiwa kebetulan itu sendiri memang tidak ada, menurut saya pribadi.

Kecerdasan para leluhur kita membuktikan bahwa kita saat ini tidak mengerti sedikit pun. Karena kita dan khususnya saya tak bisa mengerti yang sebenarnya ingin tersampaikan melalui kode demi kode. Yang kesemuanya hampir berbicara tentang tata salira, tata nagara, tata buana, dan tata surya.

Mereka yang mengemasnya dalam kisah apik memaksudkan untuk dapat memberikan warisan ilmu pengetahuan kepada anak cucunya, yang tentunya dalam peradaban sekarang adalah kita-kita semua ini.

Peradaban demi peradaban, seolah-olah memiliki jejak estafet yang tak ada putusnya.

Namun bertambah banyaknya populasi manusia yang tersebar di seluruh penjuru bumi, dapat menjadi salah satu alasan bahwa warisan leluhur tersebut berkembang menjadi lebih banyak versi dan mungkin saja keutuhan cerita beserta penjelasannya tidak tersampaikan secara utuh. Karena banyak sebab kemungkinan lainnya, misal karena adanya kepentingan, atau karena situasi politik, geografi, dsb.

Ada 3 peradaban yang memiliki kesamaan cerita terkait dengan bayi yang dilarung/dihanyutkan ke sungai, yaitu :

Peradaban Akaddia, cerita Raja Sargon Agung, yang dulu pembuangan ke sungai, lalu jadi Raja Mesopotamia paling legendaris.
Peradaban Sindhu/Sunda, cerita Adipati Karna anak dari Batara Suya dengan Kunti. Adiparti Karna juga merupakan cerita Son Of The Sun/Putra Matahari.
Peradaban Roman, cerita yang sangat familiar tentang Musa menjadi raja besar.

Dan ada satu kebudayaan lagi yang juga memiliki cerita metafora yang serupa, namun memiliki penjelasan yang berbeda. Dalam hal ini personifikasinya tidak menjadi person saat ini. Melainkan penggunaan untuk menjelaskan konsep tata surya yaitu Matahari yang bergerak mengelilingi Bima Sakti.

Semua planet dan bintang (mungkin ikut bergerak, mungkin tidak?) yang bergerak bersama Matahari, juga ikut bergerak mengelilingi Bima Sakti. Bima Sakti juga bergerak dalam ruang yang lebih luas lagi.

Oleh karenanya untuk memudahkan penjelasan tata surya tersebut tergambarkan sebuah perahu besar yang berisi Matahari. Yang juga dalam anggapan sebagai raja besar/dewa/god sedang berlayar di angkasa, bergerak mengelelilingi bima sakti.

Angkasa sendiri juga sering tersimbolkan dengan lautan. Dalam pahatan Hieroglyph ada pada panel pahatan berjudul The Barque of Ra.

Dari sejumlah catatan kecil astronomi yang berhasil terkumpulkan mengenai Matahari dan Bima Sakti diperoleh kesimpulan sementara. Bahwa Matahari bergerak mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan v = 220 km/detik. Dan butuh sekitar 250 juta tahun bagi Matahari untuk menyelesaikan satu putaran penuh mengitari pusat galaksi Bima Sakti. Atau yang terkenal sebagai “Tahun Galaksi”.

Mungkin ini juga yang sering tersebut oleh abah LQ Hendrawan dengan istilah GALATIKA. Kiranya abah berkenan untuk menjelaskan kepada kami. Demikian karena sudah sore. Ini yang bisa saya bagikan, mengenai cerita Raja Sargon, Adipati Karna dan Musa, mungkin dapat googling sendiri.

Juga mengenai Bima Sakti akan lebih asyik jika pembaca meng-gogglingnya sendiri. Banyak tulisan-tulisan pdf menarik yang dapat membuka wacana baru.

Rahayu.

🙏🏻

Dan semoga berguna.

Suryaning Dewanti