Kain Lurik Khas Klaten

Kain Lurik Khas Klaten

Lurik tradisional khas Klaten umumnya menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Menganyam benang-benang tersebut dengan penuh kesabaran dan ketekunan, sehingga menghasilkan lurik berkualitas.

Kain Lurik Khas Klaten

Tak hanya bermotif garis, lurik juga ada yang bermotif klenting kuning, sodo sakler, tuluh watu, tumbar pecah, udan liris, telupat, dan sebagainya.

Pada zaman dahulu, lurik terkenal dengan motif-motif lurik asem, lurik ronda semaya, lurik glondongan, lurik kepyur, lurik uyah sewuku, lurik badra, lurik talutuh watu, lurik kedutan, lurik mawur, lurik Mindi, lurik telupat, lurik gondaria, lurik Jaran dawuk, lurik kembang jeruk, lurik kembang teki, lurik kembang cengkeh, lurik ketan ireng, lurik mas kumambang, lurik semar mesem, hingga lurik kembang delima.

Seiring perkembangan zaman, motif kain lurik pun juga mengalami perkembangan, seperti yuyu sekandang, sulur ringin, dan lainnya. Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, kain lurik telah teruji mampu bertahan di tengah gempuran budaya luar.

Kain ini masih tetap eksis sebagai bahan sandang, baik di ranah nasional maupun internasional. Usia tenun lurik sebenarnya juga sama lawasnya dengan sejarah berdirinya bangsa ini.

Lurik Sudah Ada Dari Zaman Majapahit

Dari zaman Majapahit, tenun lurik sudah masyarakat ketahui. Lurik juga muncul pada relief Candi Borobudur, yakni adanya relief seseorang sedang menenun dengan alat tenun gendong.

Prasasti Raja Erlangga Jawa Timur 1033 juga menyebutkan tentang kain tuluh watu. Tuluh watu merupakan salah satu nama motif lurik tradisional yang berguna dalam acara sakral sekaligus menjadi salah satu motif klasik tenun lurik.

Kain Lurik Khas Klaten

Beberapa orang menyebut, Kabupaten Klaten adalah ibukota tenun lurik, khususnya tenun ATBM yang mengandalkan tenaga manusia. Cikal bakal lurik Klaten adalah lurik Pedan.

Lurik Pedan hasil tangan dari saudagar kaya bernama Suhardi Hadi Sumarto. Ia berkuliah di Textiel Inrichting Bandoeng (Sekolah Tinggi Tekstil Bandung) pada 1938-1948.

Selanjutnya, ia membangun industri lurik di Pedan. Namun, pada masa-masa perjuangan pascakemerdekaan RI, orang-orang di Pedan membumihanguskan segala yang berbau Belanda.

Peristiwa ini membuat pabrik tenun Suhardi Hadi Sumarto terbengkalai. Selama di pengungsian, Suhardi pun menyempatkan diri berbagi pengalaman dan mengajarkan pembuatan tenun lurik untuk masyarakat pengungsi.

Barak pengungsian kemudian mengubahnya menjadi sekolah menenun yang sederhana. Usai dari pengungsian, mereka yang telah belajar cara menenun pun membuka lapak tenun lurik di teras-teras rumah.

Masa keemasan lurik Pedan terjadi sekitar 1950-1960. Ada sekitar 500 industri tenun rumahan dengan 10.000 tenaga kerja.

Sayangnya, lurik kembali meredup beberapa tahun setelahnya. Pada masa pemerintahan Soeharto, banyak industri yang beralih dari ATBM ke mesin.

Namun, masih ada industri kecil ATBM di Pedan yang bertahan meski jumlahnya tak banyak. Tenun tradisional ini bahkan telah memiliki pasar sendiri hingga ke pasar internasional, seperti Prancis, Jerman, Australia, dan Belanda. Tak hanya menjadikan pakaian, para pelanggan juga membeli lurik untuk menjadi hiasan interior rumah.

Artikel ini telah terbit di: Solopos.com

Kain Lurik Khas Klaten

Desain website oleh Cahaya TechDev – Klub Cahaya

About the author : Ryan winters
Life Is Like A Wind
Ryan winters avatar

Ryan winters

Life Is Like A Wind

Mungkin Anda Menyukai

Dukungan & komentar!

Biar Karya Bicara
Ambil bagian, mainkan peran hidupmu!

Komentar

No comments yet