Kebodohan Satwa Oleh Manusia

Sahabat Klub Cahaya! Saya ingin menulis juga sesekali di sela kesibukan yang tidak penting ini. Kali ini saya memberi judul Kebodohan Satwa Oleh Manusia. Ya, ini perenungan saya selama beberapa waktu belakangan ini. Saya senang dengan tema tidak populer, tujuannya menghindari pembodohan populisme yang berbahaya.

Di Facebook saya sudah jarang aktif karena algoritma mereka buat semakin mengekang kebebasan berbicara. Padahal itu pun saya mengisi post lebih banyak dengan candaan receh saja. Di WhatsApp juga rasanya menjadi semakin jenuh. Dengan banyak grup tema berbeda-beda, isinya sama saja; membagi berita mainstream dengan bahasan itu-itu juga. Bahasan politik yang malah memviralkan banyak hal tidak mendidik. Partai politik di Indonesia memang membuat rakyat semakin bodoh, sepertinya di seluruh dunia juga sama saja. Dan kebanyakan orang malah ikut jadi penggembira membuat mereka menjadi semakin tersohor dengan kejahatannya. Itu pendapat saya.

Saya putuskan membuat kolom tulisan sendiri di aplikasi buatan sendiri. Saya rasa lebih merdeka. Bagi pembaca yang ingin menuangkan ide dan pemikiran dalam bentuk tulisan, jengah dan jenuh dengan pembagian berita mainstream, bisa menuangkan di halaman klik Di Sini. Saya coba beri nama kategori tulisan ini sebagai Goresan Digital. Semoga bisa berkenan bagi para pembaca.

Kita kembali ke judul; Kebodohan Satwa Oleh Manusia!

Kebodohan Satwa Oleh Manusia
Bukti bahwa satwa punya welas asih dan berpikir.

Saya sedikit kilas balik dulu sedikit. Sejak kami sekeluarga pindah ke Jawa, anak-anak ingin memelihara kucing. Saya keberatan awalnya, khawatir dengan kotoran yang timbul oleh kucing. Saya tidak benci binatang, bahkan ketika saya masih kecil juga memelihara banyak satwa atau binatang. Ayam, kucing, anjing, ikan, kura-kura, semua saja yang saya bisa pelihara dan tidak berbahaya.

Tapi setelah beberapa waktu, saya pikir tidak ada salahnya anak-anak memelihara kucing. Tentu dengan perjanjian mereka mengerjakan semua, termasuk membersihkan kotoran piaraan itu. Bagi saya itu bagian dari pengajaran dan pendidikan kepribadian mereka. Kami memelihara beberapa ekor kucing. Dan pada perjalanan ke ujung Barat Sumatera yaitu Aceh, mulai dari ujung Timur Pulau Jawa, kami membawa 2 ekor kucing kami yang masih anakan. Kami takut mereka mati karena tidak bisa mencari makan sendiri karena terbiasa kami beri makan. Ya, 2 ekor kucing ikut dalam perjalanan berbulan-bulan.

Kami memelihara 1 ekor induk kucing bersama 2 ekor anaknya, 2 ekor pejantannya telah pergi entah alasannya. Lalu kami menambah peliharaan 2 ekor anjing. Satu berusia sekitar 8 bulan sekarang, satunya baru kami adopsi berusia sebulan lebih saja. Saya tidak merasa nyaman jika kucing atau anjing itu mengganggu di saat makan, mendekati dan mengharap pemberian makan. Kucing kadang kami kurung dulu, dan anjing kami ikat dulu, sementara kami makan. Tapi dari situlah awal perenungan saya.

Satwa, Kebodohan, Dan Kebodohan Satwa Oleh Manusia

Kebodohan Satwa Oleh Manusia
Bukti bahwa satwa punya welas asih dan berpikir.

Manusia, mungkin sebagian besar, menganggap para satwa atau hewan atau binatang sebagai makhluk bodoh. Bahkan manusia mengidentikkan satwa dengan berbagai hal buruk. Pembaca sekalian tentu sudah tahu dan mengerti. Sapi, kerbau, anjing dan banyak satwa mau-maunya terikat oleh manusia, terkurung di dalam kandang dan sebagainya. Para satwa sering mengalami penyiksaan oleh manusia dan terkesan pasrah menerima saja, tidak lari. Dan dan sebagainya juga.

Jika demikian, mengapa para satwa itu masih mau bersama manusia? Bahkan sampai mereka mati, entah karena usia atau manusia membunuhnya untuk menjadikan makanan.

Bagi manusia, sebagian satwa berbahaya karena anggapan bisa mengancam nyawa manusia. Padahal, jika kita mau coba berhitung, dan tanpa berhitung pun sudah pasti. Manusia membunuh berbagai jenis satwa jauh sangat lebih banyak dari pada para satwa mengancam dan membunuh manusia.

Satwa, manusia menganggap serakah, makan tidak pernah kenyang. Manusia mengidentikkan satwa dengan pencuri, karena mengambil makanan tanpa permisi. Ya padahal sudah jelas, binatang tidak bisa bicara. Dan paling parah, manusia menghakimi binatang dengan label haram dan najis, tanpa mengerti sedikit pun konsep haram dan najis ini sebenarnya.

Saya pikir untuk mengajukan semua argumen di atas tidak perlu data kualitatif dan penelitian angka yang rumit. Kita bisa cukup menggunakan otak yang sehat dan waras saja. Jadi siapa yang bodoh sebenarnya?

Welas Asih

Kebodohan Satwa Oleh Manusia
Anjing terkenal sebagai satwa setia.

Di Jawa Barat ada ungkapan hebat dan dahsyat warisan turun temurun orang tua sejak jaman purba, tentu dengan bahasa berbeda. “Ieu buana nu boga satwa lan tumuwuh, manusa ngan saukur nginjeum ti maranehna”. Terjemahannya; ” bumi ini milik para satwa dan para tumbuhan, manusia hanya sekedar meminjam dari mereka”.

Apakah benar demikian? Semua itu kembali kepada persepsi dan interpretasi pembaca masing-masing.

Satu hal perlu kita perhatikan dengan seksama, welas asih atau kasih sayang. Apakah hanya manusia yang memilikinya? Bagi saya tidak demikian. Manusia punya welas asih, para satwa dan tumbuhan juga punya. Bahkan semua entitas yang ada di lingkungan kita, di bumi ini, bahkan di seluruh jagat raya yang maha luas, punya welas asih. Itu alasan yang menjelaskan semua saling memberi. Bahkan hingga partikel terkecil, silahkan sebut saja misalnya atom, juga saling memberi hingga bisa bentuk bentuk semua yang bisa kita lihat. Termasuk bentuk diri kita sendiri. Ya, bentuk hukum welas asih adalah memberi, dalam arti dan bentuk tak terbatas.

Welasa asih menjawab berbagai alasan para satwa mau bersama manusia, dan setia. Boleh jadi alasan manusia memberi mereka makan. Boleh jadi alasan mereka mengharap tempat tinggal nyaman dari pada di tempat liar. Juga boleh jadi mereka tidak tahu cara hidup di tempat berbeda seperti kami sangka kepada anakan kucing-kucing kami. Meski lebih mungkin karena alasan sejak lahir para satwa itu sudah bersama manusia. Tapi jelas bagi saya, para satwa menyayangi manusia.

Satwa Bodoh?

Dari gambar seperti ini banyak orang beranggapan satwa adalah bodoh.

Pengetahuan Biologi telah menjelaskan bahwa sebagian satwa memiliki otak, sebagian lainnya tidak memiliki otak. Boleh jadi lagi itu asumsi para ahli karena tidak menemukan bentuk organ seperti otak pada satwa yang mereka sebut tidak memiliki otak. Apakah para satwa memang bodoh dan tidak berpikir?

Logikanya, jika satwa memiliki otak, tentunya mereka berpikir. Bahkan bagi satwa yang masuk kategori “tidak memiliki otak”, kita bisa mengamati. Mereka tetap bereproduksi, beregenerasi, bergerak. Dan melakukan banyak hal lain yang setara dengan kegiatan atas perintah otak. Semua memiliki kecerdasannya masing-masing.

Jadi bagi saya jelas, satwa atau binatang menyayangi manusia. Hal yang wajar dan sangat wajar mereka mengharap, meminta dan mengambil makan dari manusia. Karena itu cara yang mereka tahu. Manusia pun serupa itu juga. Jika seseorang hanya tahu satu atau sedikit cara mendapatkan makan untuk bertahan hidup, ia akan tetap berusaha dengan cara yang sama. Selama masih bisa mendapatkan, kemungkinan tidak akan mempelajari cara lain.

Para satwa mau terikat dan terkurung pun karena menyayangi manusia, mereka menyerahkan diri dan percaya kepada manusia. Kita bisa mencari dan mendapati, jika memang seekor satwa sudah merasa terancam dan tidak bisa percaya lagi kepada manusia, tentu mereka berontak. Mereka tidak akan merasakan sakitnya tubuh mereka terluka berlumuran darah. Mereka akan perjuangkan harga diri sampai mati. Manusia sepertinya lebih pengecut dari pada para satwa itu.

Haram Dan Najis

Bagian ini saya tulis pendek saja. Kata haram dari Bahasa Arab terjemahan dalam Bahasa Indonesia adalah terlarang atau tidak boleh, sebenarnya sepadan dengan suci. Banyak analogi bisa kita gunakan. Segala sesuatu yang terlarang sama saja dengan haram. Seseorang tidak boleh masuk ke rumah orang lain sebutannya haram juga. Kita tidak boleh mengganggu dan menyakiti orang lain, haram. Orang sakit pantang dan tidak boleh makan jenis tertentu, ya haram juga makanan jenis itu.

Orang dengan penyakit parah dan mudah menular menjadi haram bagi orang lain yang sehat untuk mendekati jika tidak mengerti tindakan medis dan kesehatan.

Kosa kata larang dari Bahasa Sanskerta, sepadan dengan suci. Dan sebetulnya jelas sepadan dengan haram dalam Bahasa Arab. Melarang, mensucikan, mengharamkan, itu semua sepadan. Jadi ketika seseorang mengharamkan anjing atau babi, sebetulnya ada unsur mensucikan, menghormati anjing atau babi tersebut. Ada sesuatu yang penting dengan anjing atau babi ini bagi manusia. Sama sekali bukan karena najis.

Najis juga dari Bahasa Arab, terjemahannya kotor. Jika kita merasa kotor terkena lumpur di jalan, itu najis. Jika makanan atau minuman tumpah atau terjatuh mengenai pakaian, itu najis. Najis adalah kotor, setelah cuci, bersih, juga tidak najis lagi, sudah bersih.

Seperti biasanya, selalu ada oknum yang membuat meleset bahwa haram itu karena najis. Jika mau pakai logika demikian, maka haram bagi petani turun ke sawah karena akan najis terkena lumpur sawah. Jadi terlihat konyol dan membingungkan penggunaan sebutan haram terkait dengan najis ini.

Analogi lainnya jelas seperti penamaan (penyebutan) Masjidil Haram, tentu bukan karena mandala atau masigit itu najis. Tapi karena orang datang ke tempat itu tidak boleh melakukan peperangan, tidak boleh membunuh, tidak boleh menumpahkan darah setetes pun, tidak boleh melakukan semua jenis kejahatan, termasuk tidak boleh misalnya mengganggu dan merendahkan perempuan, dan sebagainya, dan seterusnya, dan lain-lain lah. Jadi, masjidil haram maksudnya adalah mandala suci, tempat terlarang melakukan kejahatan. Mungkin pengertian ini sudah berbeda di masa sekarang.

Tapi kalau menggunakan terminologi haram adalah najis, pasti enggak mau digituin kan..?

Saya pikir tidak sulit untuk mengerti perbedaan kedua kata itu, dan untuk tidak menghubungkan agar segala sesuatu tidak menjadi rumit dan menyusahkan.

Bagi saya sekarang jelas sekali, anggapan kebodohan satwa oleh manusia adalah penilaian semata. Dan itu salah!

“Kita memberi makan anjing 3 hari, maka ia akan setia kepada kita sampai mati. Kita memberi makan manusia selama 30 tahun pun, ia bisa jadi pengkhianat dalam 3 hari”.

Sebuah ungkapan brutal yang satir sekaligus sarkas menunjukkan bahwa satwa juga bahkan bisa lebih baik dari manusia.

Kami sedang belajar untuk tidak terganggu oleh kehadiran kucing-kucing kami dan anjing-anjing kami yang mendekat saat kami makan. Mereka meminta, berharap kami berbagi memberi mereka makan juga. Ya, tindakan utama bukti welas asih adalah memberi.

Kebodohan Satwa Oleh Manusia
Oleh Tim Klub Cahaya

Mungkin Anda suka kegiatan amal, silahkan simak kabarnya klik Di Sini.

About the author : Cahaya Hanjuang
Tell us something about yourself.

Mungkin Anda Menyukai

Dukungan & komentar!

Biar Karya Bicara
Ambil bagian, mainkan peran hidupmu!

Komentar

No comments yet

Download / Install Aplikasi Klub Cahaya

Hai, sahabat Cahaya! Ini cara download dan install aplikasi Klub Cahaya ke HP kamu. Mudah, cepat dan tidak butuh banyak memori.

Klik "Add Klub Cahaya to Home screen".

Refresh layar jika tidak muncul.

Klik "Add". Selesai.

Tunggu beberapa saat.

Klub Cahaya terinstall; icon muncul di layar HP.

Happy time bersama Klub Cahaya!!!