Seperti Apa Kota Medan Di Bawah Pak Bobby Nasution?
Sebagai penduduk Medan sejak 1995, berani bilang kalau dari sejak lama, baru sekarang Kota Medan berasa punya wali kota.
Kenapa begitu? Karena pemimpin-pemimpin sebelumnya betul-betul memimpin layaknya auto-pilot. Hampir tidak ada terobosan atau program kerja nyata yang bisa terlihat dan terasa secara nyata oleh warga Medan.
Sederhana saja, jalan rusak. Di setiap sudut Medan, sangat mudah menjumpai jalan yang rusak dari level rusak ringan hingga level “kubangan kerbau”. Apa tindakan pemko Medan? Nyaris tidak ada. Kalaupun ada, hanya tambal sana-sini yang pengerjaannya sangat terlihat asal jadi.
Bagaimana dengan banjir? Sama saja, tidak ada program kerja nyata apapun. Entah pengerukan sungai, perbaikan drainase atau apapunlah yang konkret pemko Medan kerjakan. Tidak ada. Saya yakin setiap kendaraan bermotor yang produsen khusus jual di Medan telah lengkap dengan fitur kemampuan amfibi. 😁
Macet? Ya sudah, pasrahkan saja sama yang di atas. Tidak ada program atau pembangunan yang jelas untuk mengatasi kemacetan di Kota Medan.
Semua itu menjadi parah dengan ini,
Dan ini.
Kesimpulannya, sebelum 2020, Wali Kota Medan memang jarang yang mengkritik karena memang jarang “kerja”. Warga Medan sudah terlalu skeptis dan pesimis dengan pemimpinnya sendiri. Sampai 2 Pilkada berturut (2015 dan 2020) angka golput lebih tinggi daripada suara paslon pemenang. Bahkan di pilkada 2015, angka golput mencapai 74,44%.
Lalu datang lah pasangan anak muda ini,
Masyarakat sedikit “menaikkan alis” nya ketika mendengar menantu Presiden mau jadi wali kota.
Apakah ini politik dinasti? Apakah ada indikasi nepotisme? Memangnya apa pengalaman politik anak bau kencur ini? Terkenal juga karena menantu Jokowi, kalau tidak, yaa ia juga bukan siapa-siapa.
Begitulah kira-kira tanggapan acak warga dan netijen. Ya siapa pula tidak merasa aneh, modal jadi menantu Presiden langsung jumawa merasa mampu memimpin kota sejuta ketua.
Eh tau-tau,
Perbaikan Jalan Dengan Sistem U-Ditch
Jalannya pemerintahan kota Medan yang tadinya lesu dan tidak menarik, tiba-tiba menggeliat.
Memperbaiki sejumlah ruas jalan, perbaikan drainase dengan sistem U-Ditch di sejumlah titik, pengerukan sejumlah alur sungai, pembangunan kolam retensi di Martubung untuk penanggulangan banjir dan dua kolam retensi lagi yang rencananya akan di bangun di kawasan USU dan kecamatan Medan Selayang.
Untuk mengatasi kemacetan, tahun ini akan ada dua underpass yang akan terbangun di simpang jalan yang memang terkenal dengan kepadatannya apalagi di jam sibuk, Jalan Jawa-HM. Yamin dan Jalan Juanda-Brigjend Katamso. Bayangkan, sudah bertahun-tahun jadi kota terbesar di luar Pulau Jawa, Medan hanya punya 1 Underpass dan 3 Flyover.
Jembatan Sicanang, Belawan sebelum revitalisasi.
Jembatan Sicanang setelah revitalisasi.
Mirip seperti bapak mertuanya, Bobby Nasution memang lumayan fokus membangun ketertinggalan Medan di bidang infrastruktur.
Kolaborasi dengan pemerintah pusat juga sepertinya berjalan baik, ya mungkin Medan dapat privilege lebih karena Walkotnya menantu dari Presiden
Kritikan Dari Masyarakat
Apakah Bobby Nasution sudah sempurna? Ya Jelas Tidak.
Ada banyak yang mengkritik, salah satunya pembangunan median jalan di Jalan Karya Wisata yang banyak masyarakat kritik. Begitu juga dengan pengadaan 1700 lampu jalan untuk pejalan kaki, yang juga banyak masyarakat menilai kalau pengadaannya hanya untuk menyerap sisa anggaran karena lampu jalan yang terbangun tidak berbarengan dengan revitalisasi trotoar itu sendiri.
Banjir juga masih terjadi, terutama ketika curah hujan sangat tinggi mengguyur.
Namun yang membuatnya salut adalah kepemimpinan beliau, Medan sekarang merasakan memiliki pemimpin. Terbukti kalau anda membuka akun Instagram beliau dan membaca kolom komentar, anda akan mendapati banyak sekali aduan dan kritik kepada beliau. Kenapa? Karena beliau memang benar-benar kerja. Apa yang mau dikritik kalau pemimpinnya tidak ada kerja? Ciri seorang pemimpin memang betul-betul kerja adalah akan banyak kritik yang menjadi amanat untuk beliau.
Bahkan ada serombongan warga Deli Serdang yang malah berdemo di depan Kantor Wali Kota Medan, menyuarakan hak-haknya.
Kenapa mereka ke Medan? Entahlah, mungkin mereka kehilangan harapan kepada pemimpinnya sendiri.
Lalu harus mengakui, ada progress-progress, yang cepat ataupun lambat, tapi mampu menjadi kenikmatan dan bisa masyarakat lihat. Ketika banjir datang pun, beliau tidak hanya duduk manis di rumah dinas sambil memerintahkan para Kadis-nya yang berjibaku di lapangan. Satu kebiasaan yang sulit menemukannya di wali kota-wali kota sebelumnya.
Kota Medan sekarang bergerak maju. Ada hambatan? Sudah pasti. Ada kekurangan? Sudah jelas.
Tapi yang jelas, Medan sedang berusaha mengejar ketertinggalannya dari kota-kota di Pulau Jawa. Dan sebagai WNI yang sudah 27 tahun lahir, bekerja dan tinggal di Kota Medan, saya berani bilang, kalau saat ini adalah saat-saat bagaimana kami sedang “menginjak pedal gas” dengan semangat.
Artikel ini pernah muat di : Quora
Kota Medan Di Bawah Pak Bobby
Desain website oleh Cahaya TechDev – Klub Cahaya
Dukungan & komentar!
Komentar