Sabar Dan Tulus Yang Tidak Bisa Dipelajari
Ketika seseorang berani mengklaim bahwa dirinya telah sabar dan tulus sesungguhnya orang tersebut kemungkinan besar justru belum mencapai level orang sabar dan tulus. Dua kata tersebut sangat mudah diucapkan, tetapi tidak semudah itu dipraktikkan.
Pada kenyataannya orang yang mengatakan dirinya telah sabar, di saat yang lain mereka akan mengklaim bahwa sabar itu ada batasnya. Batas kesabaran itu mereka bilang akan muncul jika ada suatu tindakan keterlaluan yang dilakukan orang lain dan membuat dirinya marah atau sakit hati sehingga tidak bisa memaafkan. Maka mereka akan cenderung membabibuta melampiaskan kemarahannya. Diam dan tidak memberontak dalam waktu lama itu mereka sebut sabar.
Tentu saja itu bukan sikap sabar. Itu hanya menahan, membendung, orang Jawa bilang “ngempet”. Ketika bendungan itu overload, suatu saat bisa pecah dan menimbulkan bencana.
Tulus pun demikian, ketika yang disebut sebagai ketulusan itu diremehkan, orang akan marah dan merasa tidak dihargai. Ada yang mengatakan orang lain tidak tau terimakasih, padahal sudah ditolong dengan tulus ikhlas dan merasa rugi telah menolong.
Tuntuntan seperti ini jelas bukan bagian dari sikap tulus. Ini hanya semacam transaksi yang mensyaratkan adanya untung rugi, hanya saja awalnya dilakukan dengan tanpa paksaan, tetapi pada akhirnya menuntut balasan, meski sekedar ucapan terima kasih.
Yang sebenarnya sabar dan tulus itu justru sudah tidak terucapkan. Bahkan orang tidak merasa atau “ora rumongso” apalagi akan mempublikasikan bahwa dirinya telah sabar, telah tulus. Semua dilakukan dengan sangat alami, mengalir murni bersama dengan kesadarannya. Dan mereka akan lupa bahwa sehenarnya mereka telah menjadi penyabar dan penuh ketulusan.
Ya, sabar dan tulus akan otomatis tercipta dalam diri seseorang ketika orang tersebut telah mencapai titik kesadaran tertentu. Jika telah sadar, berada dalam kesadaran, otomatis akan sabar dan tulus.
Artinya sabar dan tulus tidak bisa dipelajari, tidak bisa dilatih, jika tanpa kesadaran diri. Anda memiliki awareness, consciousness, lebih dulu, maka kesabaran dan ketulusan akan tercipta secara alami dalam jiwa anda. Melatih keduanya hanya sia-sia belaka jika kesadaran anda tertutup, yang ada hanya menahan, atau ngempet.
Jadi orang yang sesungguhnya telah sabar dan tulus tidak akan mengklaim dan melabeli dirinya memiliki dua sikap itu, mereka hanya setiap saat menyadari dirinya di antara segala keberadaan, dan mampu menempatkan kesadaran pada segala keberadaan tersebut sehingga menciptakan empati. Dari empati inilah membuahkan kesabaran dan ketulusan secara alami.
Sabar dan tulus tidak bisa dipelajari. Lalu apa yang bisa dipelajari?
Yang bisa dipelajari adalah bagaimana meningkatkan kesadaran sampai di titik tertentu sehingga menghasilkan sikap sabar dan tulus. Titik tertentu yang dimaksud adalah rasa sadar yang membuat jiwa kita berada dalam kepasrahan dan sumeleh kepada higher self kita, kepada keberadaan yang lebih transenden, Tuhan atau Sang Sumber atau Sang Urip, apapun sebutannya bukan lagi egocentric tetapi The Source centric.
Titik kepasrahan tersebut membawa jiwa manusia menjadi lebih lembut, luwes, sabar, tulus, dedicated, dan berjiwa besar. Semua mengalir alami bersama dengan upgrade nya kesadaran.
By : Nunik Cho
Sabar Dan Tulus Yang Tidak Bisa Dipelajari
Desain website oleh Cahaya TechDev – Klub Cahaya
Dukungan & komentar!
Komentar