Spiritualitas Itu Kembali ke Setelan Default

Spiritualitas Itu Kembali ke Setelan Default

Banyak yang masih kurang tepat memahami makna spiritualitas. Sebagian orang masih menganggap bahwa spiritual itu adalah hal-hal mengenai klenik, perdukunan, dunia gaib, makhluk halus, sihir, ilmu kesaktian, dsb, sehingga terkesan mengerikan. Bahkan memang tidak sedikit juga yang mengaku diri sebagai spiritualis dan cenderung memperlihatkan tampilan yang mengesankan sebagai kelompok eksklusif dengan ciri khusus, mencolok, aneh dan anomali, di tengah-tengah masyarakat umum. Sehingga orang-orang awam memiliki pandangan yang berbeda atau bahkan cenderung stereotype.

Memahami spiritual sebenarnya sederhana. Menjadi spiritualispun tidak perlu berubah menjadi orang aneh. Spiritual itu urusan pemahaman di dalam diri manusia mengenai pola berpikir dan pandangan hidup secara integral (utuh) dan holistik (menyeluruh), alami apa adanya, tanpa pengkotak-kotakan berbagai bentuk identitas buatan manusia dan sistem, melihat kebenaran secara objektif, berpikir terbuka dan menerima segala bentuk perbedaan dan keragaman sehingga mampu melihat integrasi atau kemenyatuan segala unsur pagelaran hidup di alam semesta ini secara harmonis.

Harmoni alam yang tersusun dari segala unsur yang berbeda-beda dan beranekaragam, semua menyatu dalam kemanunggalan. Kita mengalami semua kemanunggalan itu, dan kita menyadarinya, maka tidak ada perdebatan tentang dualitas benar-salah, baik-buruk, karena kita mampu melihat secara objektif dalam keutuhan. Itulah jiwa spiritual, jiwa dengan kesadaran tinggi.

Jiwa spiritual ini sesungguhnya yang disematkan oleh Sang Sumber Hidup pada awal mula kita diciptakan. Natural dan murni sebagai setelan default atau “bawaan pabrik” kalau dianalogikan perangkat smartphone android. Seiring dengan berjalannya waktu, kita hidup dari masa ke masa, pola pikir, pandangan hidup, paradigma dan idealisme, bahkan karakter dan watak kita terbentuk oleh instalan-instalan berbagai konsep berpikir, ajaran dan didikan, doktrin kebenaran, norma dan moralitas hasil kesepakatan sistem.

Hasil instalan ini melekat pada akal pikiran yang semakin lama semakin menebal dan akhirnya menghalangi akses jiwa kita terhadap kemurnian, menjadi dinding pembatas terhadap kesadaran awal yang berhubungan langsung dengan Sang Sumber Kehidupan, dan membuat kita lupa diri, tidak memahami diri sendiri, hilang jati diri, karena jiwa kita semua menjadi produk yang diremote oleh sistem.

Maka aku berani mengatakan bahwa berspiritual itu adalah masalah bagaimana kita mengembalikan jiwa kita pada kesadaran awal mula kita diciptakan, pada setelan default yang dari sononya, alias setelan pabrik, setelan dari Sumbernya hidup. Mengembalikan naturalitas dan kemurnian yang paling primordial, paling purba dan awal mula, yaitu kesadaran Sang Sumber Hidup itu sendiri atau apapun anda memberinya sebutan.

Masalah hal-hal mengenai klenik, gaib, kesaktian dll, itu hanya efek samping semata, semacam bonus di perjalanan, bukan terminal akhir. Tujuan utamanya tetap kembali murni dan alami sesuai setelan default nya.

Jika kita amati pencapaian segala bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi paling mutakhir saat ini, manusia jaman ini mulai terpikir menciptakan metaverse, gambaran alam metafisik dengan bantuan teknologi. Kemudian menciptakan chip untuk ditanam di kepala dan dihubungkan dengan perangkat teknologi komputer maka telekinesis dan telepati bisa dilakukan. Itu adalah usaha manusia untuk pelan-pelan menyadari potensi kecerdasan pikiran yang sesungguhnya, yang belum terkotori oleh kerak-kerak dari instalan berbagai konsep dalam sistem, potensi jiwa spiritual dan kesadaran.

Secara logika sederhana, jika jiwa telah kembali natural dan murni, kesadaran anda adalah kesadaran Sang Hidup itu sendiri lalu apa yang tidak bisa dilakukan? Satu kata “terjadi” maka terjadilah. Tanpa alat, tanpa perangkat, tanpa media apapun. Bukankah itu jauh lebih canggih dari kesaktian dan teknologi apapun?

Spiritualitas Itu Kembali ke Setelan Default

About the author : Nunik Cho
I'm nothing, but everything
Nunik Cho avatar

Nunik Cho

I'm nothing, but everything

Mungkin Anda Menyukai

Dukungan & komentar!

Biar Karya Bicara
Ambil bagian, mainkan peran hidupmu!

Komentar

No comments yet