Apa itu Spiritual?

Apa itu Spiritual?

Spiritual itu segala sesuatu yang menyangkut tentang kesadaran akan kemanunggalan, entanglement, keterkaitan dan keberkaitan, mengerti lebih dalam semua essensi dan substansi dari berbagai macam unsur kehidupan, memahami lebih detail tentang dualitas, kemudian melampauinya, tanpa kehilangan ciri kemanusiaan kita.

Mengenai essensi dan substansi, artinya selain kita melihat dan mengindera hal-hal yang fisik, padatan, kita juga menyadari bahwa ada yang non fisik, metafisik, ada benda, ada bukan benda tapi ADA. Dan semua itu menyatu, manunggal, dan kita alami, mengejawantah atau mewujud menjadi diri kita dan seluruh keberadaan di alam semesta. Kita alami dalam kehidupan sehari-hari, bukan dengan cara menyepi, mengasingkan diri, bertapa di dalam gua, tidak berkumpul dengan orang lain. Bukan seperti itu.

Spirit, jiwa, ruh, itu bukan fisik, itu tidak terbatas, dan abadi. Indera kita bukan hanya 5, ada indera ke 6, ke 7 ke 9 ke 11 ke tidak terbatas. Karena manusia sesungguhnya adalah makhluk spiritual yang sedang mengalami tubuh fisik. Tubuh fisik menjadi salah satu pembatas tabir ketidakterbatasan tersebut. Namun tubuh fisik juga adalah kendaraan yang mengantarkan kita belajar tentang spirit itu sendiri selama kita hidup di bumi.

Sebagai contoh : Apakah energi listrik itu fisik?Apakah gelombang radio itu fisik? Apakah jaringan internet itu fisik? Semuanya bukan fisik. Tapi itu ada dan sangat nyata manfaatnya dalam hidup kita, saat ini. Sesimple itu memahami spiritual.

Spiritual itu ilmu praktis, learning by doing, Jadi kita sudah mengalami, sudah mempraktikkan, sudah membuktikan dulu baru ketemu teori dan konsep. Berarti teori dan konsepnya pasti benar (secara Subjektif) karena sudah dialami dan ada bukti. Ini bertolak belakang 180 derajat dengan ilmu pengetahuan modern dengan metode ilmiahnya.

Dalam sains seorang ilmuwan akan membuat dugaan atau hipotesa terlebih dulu, merumuskan teori dan konsep lebih dulu, baru kemudian mati-matian membuktikan dan mempraktikkan, untuk menguji apakah teori dan dugaan nya benar. Pembuktian dari teori ke praktik dan bukti ini butuh waktu bertahun-tahun kadang perpuluh atau bahkan beratus tahun dengan menghabiskan sumberdaya yang tidak sedikit. Baru setelah terbukti benar (Di sisi lain ada banyak teori yang tidak terbukti benar), diakui oleh dunia ilmu pengetahuan, dipatenkan menjadi teori ilmu pengetahuan dan dimasukkan dalam kurikulum pelajaran akademik.

Selanjutnya para akademisi hanya harus percaya dan hafal saja dengan teori temuan para ilmuwan itu. Ketika mencetuskan ide dan pemahaman, akademisi pasti dimintai referensi, rujukan, literature dan dalil yang bersumber dari teori para ilmuwan yang mendukung pemahaman tersebut. Ini adalah ilmu jare (katanya), jarene atau katanya ilmuwan A, B, C dst. Artinya anda tidak berdaulat mengeluarkan ide, gagasan, pemahaman anda sendiri terhadap sesuatu hal yang menyangkut ilmu pengetahuan. Semuanya harus ilmu jare.

Akibatnya seluruh generasi yang tercetak adalah produk ilmu katanya, jarene, tanpa membuktikan dan mengalami sendiri. Anda kehilangan jati diri.

Saya tidak sedang mengajak anda untuk anti terhadap sains. Kita membutuhkan sains dan teknologi modern. Kita juga memanfaatkannya saat ini, menggunakan internet, laptop, gadget, membuat zoom dll. Tetapi hidup akan lebih bermakna dan paham essensi dan substansi jika anda mempelajari spiritual.

Apa tujuan belajar spiritual?

Tujuan yang utama dalam spiritual adalah mengenal diri sendiri, agar kita tau diri, selajutnya memahami jatidiri dan bisa menempatkan diri. Menempatkan diri dalam hubungan kita dengan diri sendiri, dengan Sang Sumber Hidup, hubungan dengan sesama manusia, dan seluruh alam semesta. Who am I and why I’m here.

Jadi belajar spiritual bukan bertujuan menjadi orang sakti, kebal senjata, jadi dukun, bukan ingin pandai meramal, pandai membaca pikiran orang atau membaca masa depan. spiritual bukan ilmu kanuragan atau kadigdayaan. Tetapi mempelajari kasampurnan (kesempurnaan).

Apa itu kesempurnaan? Manunggaling kawulo marang Gusti dan berujung Kamoksan (mokswa)Orang sunda bilang “Amor ing Acintya” (bersatu kembali dalam ‘ketiadaan’), sangkan paraning dumadi. Kita berasal dari mana dan akan kembali kemana?

Tidak lain adalah kita berasal dari Sang Sumber (Sang Urip/ The Source) dan kembali kepada (menjadi) Sang Urip itu sendiri. Ini tujuan utama (yang seharusnya) dalam belajar spiritual.Namun tidak bisa dipungkiri, bahwa dalam lelaku menjalani praktik spiritual, kemampuan-kemampuan yang saya sebutkan di atas itu akan ikut serta, saya menyebut itu sebagai bonus, jadi bukan tujuan. Itu tidak sengaja kita cari, namun hanya efek samping dari rajin latihan spiritual.

Misalnya mata batin anda akan menjadi bening, penglihatan/vision anda akan sangat jelas, anda akan tiba-tiba bisa mengetahui masa depan, isi pikiran orang, jeli membaca vibrasi, memiliki kemampuan healing, intuisi tajam, tau banyak hal tanpa belajar, dsb. Sekali lagi ini hanya bonus, bukan tujuan utama.

Namun bonus-bonus ini sangat menggoda. Banyak orang belajar spiritual justru mandeg bahkan tersesat karena tergoda oleh bonus-bonus ini. Tidak sampai ke terminal akhir atau kesempurnaan. Bonus-bonus ini pun tingkatannya macam-macam dan sangat bervariasi. Mereka bonus-bonus ini sangat asyik, menggiurkan namun menggelincirkan. Jadi waspadalah.

Leluhur jawa mewariskan ajaran yang sangat simple namun ini dasar sekaligus puncak pencapaian hidup. Yang pertama mengenal diri sendiri, yang kedua laku becik atau berbuat baik. Mengenal diri sendiri melalui lelaku spiritual yang kita terapkan dalam hidup sehari-hari, praktis dan sederhana. Di setiap nafas kita, di setiap gerak pikiran dan tubuh kita. Namun memang ada latihan khusus jika ingin intens yaitu melalui meditasi dengan berbagai macam teknik dan jenisnya.

Apa itu Spiritual?

Mengenal diri sendiri yang sudah mencapai puncaknya maka kita akan mengenal pula Sang Urip atau The Source dan selanjutnya menyatu (manunggal dadi siji) hingga setiap gerak laku hidup (mobah mosik e urip) kita adalah The Source itu sendiri (The Source sentries), tanpa salah tanpa luput. Sempurna. Ini puncaknya.

Sang Sumber bisa kita akses di kedalaman diri kita sendiri, relung batin terdalam, yang paling hening bening. Ning. orang Jawa bilang “Telenging Manah”. Dalam keheningan, dalam ketiadaan. Ketiadaan apa? Ketiadaan ego. Sang Hidup yang menghidupi kita, tanpa itu kita hanya jasad tanpa nyawa.

Orang yang telah mengenal dirinya sendiri otomatis dia akan laku becik (berbuat baik) tidak perlu disuruh, diperintah, diberi hadiah atau imbalan, atau ditakut-takuti model apapun. Karena ia dituntun oleh kesadarannya sendiri, oleh The Higher Self nya sendiri, The Source itu tadi. Karena ia akan otomatis Totally Empath. Mengalami dan merasakan segala jenis keberadaan, hingga semua seolah adalah dirinya sendiri, bagaimana mungkin akan berbuat keburukan, kejahatan, kerusakan, jika ia merasa segala sesuatu adalah dirinya sendiri.

Laku becik pada taraf tertinggi akan mencapai apa yang disebut dengan Memayu Hayuning Bawana. Memperindah alam semesta yang sudah indah. Ada tiga tingkatan dalam perbuatan manusia mulia, yaitu pertama Benar, kedua Baik, ketiga Indah. Logika, Etika dan Estetika. Ketiga-tiganya ini dalam bahasa Jawa disebut “PENER”. Sehingga Pener ini mengandung Benar, Baik dan sekaligus Indah.

By : Nunik cho.

Desain website oleh Cahaya TechDevKlub Cahaya

About the author : Nunik Cho
I'm nothing, but everything
Nunik Cho avatar

Nunik Cho

I'm nothing, but everything

Mungkin Anda Menyukai

Dukungan & komentar!

Biar Karya Bicara
Ambil bagian, mainkan peran hidupmu!

Komentar

No comments yet